Jaksa Akan Tanggapi Eksepsi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Kamis Pekan Ini
Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah melayangkan nota keberatan alias eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa memberi waktu kepada jaksa untuk menanggapi eksepsi itu pada Kamis (20/10/2022) pekan ini. "Sesuai dengan asas peradilan cepat sederhana dan murah, maka, saya tentukan hari Kamis untuk pembacaan tanggapan," kata Wahyu setelah pembacaan eksepsi Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Jika jaksa tidak menyanggupi, maka majelis hakim akan melanjutkan persidangan dengan agenda putusan sela untuk menentukan apakah perkara ini dilanjutkan atau tidak. "Kalau memang tidak siap maka kita akan lewatkan itu dan masuk putusan sela Kamis pukul 09.30 WIB," ucap Wahyu. Selain itu, untuk tanggapan eksepsi terdakwa Putri Candrawathi juga akan dilakukan pada Kamis pekan ini.
"Kalau boleh seizin waktu dari Majelis Hakim yang mulia yang terhormat hari Kamis bisa dilakukan pada sidang yang mulia pada 20 Oktober 2022," ucap Jaksa. Jaksa menerangkan alasan pihak terdakwa bisa langsung melayangkan eksepsinya karena dakwaan sudah diterima sejak satu minggu yang lalu. "Sehingga tim penasehat hukum terdakwa Putri Candrawathi mampu menanggapi atau memberikan eksepsi pada hari ini juga mungkin membuat pengunjung tercengang karena bisa memberikan eksepsinya hari ini juga," kata Jaksa.
Kuasa hukum Ferdy Sambo mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Koordinator kuasa hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis menyatakan, dakwaan yang dijatuhkan kepada kliennya itu disusun secara tidak cermat dan tidak jelas. "Pertama konstruksi dakwaan disusun secara tidak cermat tidak jelas dan tidak lengkap. Dalam tataran teoritis dakwaan seperti ini harusnya dapat dinyatakan batal sesuai pasal 143 ayat 3 KUHAP," kata Arman Hanis saat ditemui usai jaksa membacakan dakwaan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Tak hanya itu, pihaknya juga menghitung setidaknya ada 8 poin yang memberatkan kasus kliennya dalam kasus ini. "Tim kuasa hukum juga telah merangkum dan menyajikan dalam lampirkan terpisah nanti terkait 8 butir yang menyesatkan 11 bagian asumsi yang dimaksud," kata dia. Kendati begitu, Arman Hanis tidak menjelaskan secara rinci maksud 8 poin menyesatkan itu.
Sebab keseluruhannya akan dibacakan dalam nota keberatan atau eksepsi. Intinya kata dia, ada beberapa bagian yang hilang perihal peristiwa yang sebenarnya terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga. "Kami menemukan adanya yang hilang dalam pada konstruksi rangkaian peristiwa di Duren Tiga," ucap dia.
Hilangnya fakta tersebut dikhawatirkan bakal mengilangkan rasa keadilan bagi seluruh terdakwa yang saat ini berproses secara hukum. "Kami juga menyoroti tuduhan serius kepada FS yang hanya didukung oleh satu keterangan saksi. Jadi satu keterangan saksi saja, jadi yang kita lihat hanya keterangan saksi Bharada E," tukas dia. Atas hal itu, tim kuasa hukum Ferdy Sambo akan mengajukan nota keberatan atau ekspsi dalam perkara ini.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan, adanya pemberian hadiah dari Ferdy Sambo bersama istrinya kepada Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf seusai mengeksekusi Brigadir J hingga tewas. Pemberian hadiah itu diberikan sebagai ucapan terimakasih keduanya kepada para ajudan karena telah memiliki keselarasan niat untuk membunuh Brigadir J. Tak hanya itu iPhone 13 Promax yang diberikan juga sebagai pengganti handphone pada tersangka yang sudah dirusak guna menghilangkan barang bukti.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam dakwaa Ferdy Sambo yang dibacakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Adapun hadiah yang diberikan oleh Ferdy Sambo yakni berupa masing masing satu unit iPhone 13 Promax. "Kemudian terdakwa Ferdy Sambo memberikan handphone merek iPhone 13 pro max sebagai hadiah untuk mengganti handphone lama yang telah dirusak atau dihilangkan agar jejak komunikasi peristiwa merampas nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat tidak terdeteksi," kata jaksa dalam dakwaannya yang dibacakan, Senin (17/10/2022).
Tak cukup di situ, para tersangka itu juga sempat disodorkan beberapa amplop dengan isi yang berbeda. Di mana untuk Bharada Richard Eliezer disiapkan uang senilai Rp1 Miliar, sedangkan untuk Bripka Ricky Rizal dan Kuwat Maruf masing masing dijanjikan uang Rp 500 miliar. "Kemudian saksi Ricky Rizal, saksi Richard Eliezer dan saksi Kuat Ma'ruf duduk dihadapan Ferdy Sambo dan saksi Putri Candrawathi, kemudian terdakwa memberikan amplop putih yang berisikan mata uang asing (dollar)," kata jaksa.
"Kepada saksi Ricky Rizal dan saksi Kuat Ma'ruf dengan nilainya masing masing setara dengan Rp500 juta sedangkan saksi Richard Eliezer dengan nilai setara Rp1 Miliar," tambahnya. Namun amplop berisi uang tersebut tidak langsung diberikan oleh Ferdy Sambo. Jaksa menyebut, uang itu akan diserahkan kepada para tersangka oleh Ferdy Sambo rencananya pada bulan Agustus setelah kasus dinyatakan aman oleh para tersangka.
Namun belum sempat uang itu diberikan, kasus tewasnya Brigadir J tersebut terungkap oleh kepolisian dan bahkan mendapat perhatian khusus masyarakat. "Amplop yang berisikan uang tersebut diambil kembali oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan janji akan diberikan pada bulan Agustus 2022 apabila kondisi sudah aman," jelas jaksa. Diketahui, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J turut menyeret Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuwat Maruf sebagai tersangka.
Nantinya jaksa akan membuktikan Pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP yang menjerat para tersangka itu dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.